LCN – Lombok Timur, – NTB, Semakin maraknya kasus perdagangan orang yang terjadi pada para pekerja migran indonesia yang berangkat secara ilegal mengundang pertanyaan besar. Apalagi pemimpin NTB saat ini merupakan mantan Diplomat yang katanya sudah banyak menangani kasus PMI diberbagai negara, kini sejak memimpin NTB belum banyak terlihat kiprahnya untuk mencegah pengiriman TKI yang kini dikenal dengan PMI ilegal.
Hal ini mengundang perhatian Satgas YPTKIS (Yayasan Peduli Tenaga Kerja Indonesia Sejahtera), Subhan menyebut kasus pengiriman PMI ilegal tersebut merupakan bentuk kelalaian pemerintah daerah. Gubernur yang memiliki peran sentral tidak memiiki pengawasan dan cenderung diam. “Di bawah kepemimpinan gubernur saat ini, praktek perdagangan orang Justru semakin menggurita, pengawasan lemah, celah birokrasi terbuka lebar dan proses penerbitan paspor yang terlalu mudah menjadi pintu masuk bagi Jaringan Pengiriman TKI GELAP,”terang Subhan melalui pesan WA di Lombok, rabu sore (26/11/2025).
Menurut Subhan, intervensi pemerintah daerah merupakan salah satu faktor yang sangat kuat untuk menahan laju pengiriman TKI atau PMI ilegal. Pemerintah daerah melalui imigrasi terkesan hanya ingin mendapatkan hasil dan menjadikan PMI hanya sekedar komoditas dengan lemahnya mitigasi pada penerbitan paspor tanpa menimbang keselamatan dari calon PMI.
“Akibatnya bukan hanya keselamatan para pekerja migran terancam, tetapi juga pendapatan negara dan daerah ikut merosot. Julukan “PAHLAWAN DEVISA” pun kehilangan marwahnya, ketika rakyat justru dijadikan komoditas oleh para pemain yang saling melindungi kepentingannya,”tambah Tim Satgas YPTKIS tersebut.
Maka tidak ada cara yang lebih efektif dari perhatian pemerintah daerah untuk mengawasi dan memperketat penerbitan paspor pada kantor imigrasi. namun sampai saat ini belum terlihat niat pemerintah untuk memperkuat sektor pengawasan. Malah sering terjadi kasus penerbitan paspor yang longgar asalkan mau membayar lebih. praktek calo pun kian berkembang, hal seperti ini dapat membuka pintu untu menabrak birokrasi pada sektor itu.
Jika demikian kondisinya, menurut Subhan, tidak ada yang dirugikan melainkan rakyat sendiri, ditambah citra daerah akan semakin buruk. “Permainan oknum inilah yang membuat rakyat dirugikan, negara melemah, dan praktek perdagangan orang terus berulang. NTB membutuhkan political will yang tegas, pengawasan ketat dan pemberantasan sindikat secara menyeluruh. Jika tidak, persoalan TKI iLegal akan terus menjadi luka panjang yang mengoyak martabat daerah,”kesal Subhan.
Padahal sudah ada Pergub Nomor 40 Tahun 2019 tentang Layanan Terpadu Satu Atap Penempatan dan Perlindungan PMI di NTB menetapkan mekanisme layanan terpadu bagi PMI di Provinsi ini, termasuk prosedur penempatan dan perlindungan. Namun prakteknya masih terlihat sangat lemah, masih banyak kasus pengiriman PMI ilegal sampai kasus penganiayaan PMI oleh majikannya.
Maka para pemangku kebijakan perlu sedikit merenung bagaimana merumuskan kebijakan yang lebih memihak pada “Pahlawan Devisa” ini, bagaimana keamanan dan keselamatan mereka terjamin dinegeri orang,”pungkasnya.
(Budi / LCN)






